Rabu, 29 Juli 2009

Langkah II Perencanaan Keuangan


Check Your Financial Health

Dalam tulisan terdahulu saya telah mengulas tahapan pertama dalam membuat perencanaan keuangan yakni memikirkan mimpi-mimpi keuangan kita dan menetapkan secara spesifik tujuan keuangan yang hendak kita capai sesuai dengan prioritas dan realitas keuangan kita.

Berikut saya akan mengulas tahapan kedua yakni, melakukan pengecekan terhadap kondisi keuangan kita. Tahapan ini menjadi penting karena dari sinilah sesungguhnya kita mampu memotret profil keuangan kita. Apakah sesungguhnya keuangan kita dalam posisi sehat atau justru sebaliknya memiliki menyakit kronis yang harus diperbaiki. Karena kami banyak menemui klien yang sesungguhnya memiliki income yang bisa dikatakan besar tapi justru profil keuangannya amburadul. Tapi berapa banyak kami juga menemukan klien yang penghasilannya tidak terlalu besar untuk ukuran kebanyakan orang tapi ia memiliki profil keuangan yang cukup sehat... Artinya ia memiliki kemampuan menabung dan berinvestasi yang cukup tinggi. Profil keuangan dikatakan baik manakala ia mampu menunjukkan tidak besar pasak daripada tiang...


Lalu, bagaimana cara kita bisa mengetahui profil keuangan kita pada saat ini? Untuk mengetahuinya ada 2 hal penting yang harus bapak/ibu buat mulai hari ini, yaitu neraca rumah tangga yang akan menggambarkan posisi kekayaan bersih yang bapak/ibu miliki dan laporan arus kas.


1. Neraca Rumah Tangga (Posisi Kekayaan Besih)

Sering kita melihat di jalan atau mungkin di sekeliling rumah kita orang-orang yang memiliki mobil lebih dari satu, rumah mewah, dan harta benda lainnya yang menunjukkan bahwa orang yang Anda lihat itu adalah orang kaya... mungkin banyak dari kita berpikir bahwa orang yang memiliki banyak harta bendanya adalah orang kaya sekali...

Aitss nanti dulu, jangan salah lho bisa jadi mereka yang menurut Anda lebih kaya dari Anda tapi ternyata justru lebih miskin dari Anda.... kenapa demikian???? Karena jaman sekarang sangat mudah untuk meminjam kredit untuk membeli properti dan asset-asset lainnya. Jadi sangat mungkin orang yang kelihatan tampak kaya luar biasa itu justru mereka mereka memiliki kekayaan bersih yang jauh lebih sedikit dari apa yang Anda miliki, Hal ini disebabkan kareana total kewajibannya jauh dari angka normal bahkan hampir menandingin total assetnya.... Banyak sekali orang-orang yang kelihatan kaya itu memiliki cicilan hutang yang sangat bengkak, bukankah ini artinya ia lebih besar pasak daripada tiang. Jadi, untuk mengetahui apakah bapak/ibu atau seseorang itu bisa dikatakan benar-benar kaya atau tidak, kita harus menghitung jumlah hartanya dikurangi dengan jumlah hutangnya.

Saya ingin sedikit menconthokan misalkan Tuan Abduh memiliki sebuah Innova yang nilainya sekitar Rp. 250.000.000,-. Mobil ini dibelinya secara kredit, dengan sisa angsuran Rp. 10.000.000,- sebanyak 20 kali.
Jadi kekayaan Tuan Abduh yang sebenarnya dari Innovanya tersebut adalah:
= Rp. 250.000.000,- - (20 x Rp. 10.000.000,-)
= Rp. 50.000.000,- (inilah sesungguhnya kekayaan bersih Tuan Abduh)


2. Laporan Arus Kas

Secara umum laporan arus kas terdiri dari 2 bagian, yaitu Arus Kas Masuk (pendapatan), dan Arus Kas Keluar (pengeluaran). Pada bagian Arus Kas Masuk, kita menuliskan pendapatan-pendapatan kita seperti gaji, tunjangan, bonus, atau mungkin ada pendapatan dari pekerjaan sampingan.

Sementara pada Arus Kas Keluar terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama adalah pengeluaran untuk tabungan atau investasi. Bagian keduanya adalah pengeluaran untuk biaya tetap (biaya yang setiap bulan harus kita bayar dalam nilai yang sama), misalnya KPR, KPM, iuran TV, Premi Asuransi, dan lain-lain. Sementara bagian ketiga adalah pos-pos pengeluaran kita seperti makanan, pakaian, transportasi, hiburan, kesehatan, pendidikan, pembayaran kartu kredit dan lain-lain. Kita harus selalu memahami prinsip dasar dari keuangan rumah tangga kita yakni “Pendapatan harus lebih besar daripada pengeluaran”. Apakah hal ini benar-benar terjadi pada arus kas Anda?

Dari arus kas yang Bapak/Ibu tuliskan inilah nantinya kita memetrot sejauh apa kondisi kesehatan keuangan Anda, setidaknya ada beberapa rasio dasar yang harus Bapak/Ibu ketahui:

Saving Rate Rasio = Tabungan + investasi sebulan/Penghasilan per bulan (Rasio yang menggambarkan komitmen kita menyisihkan sebagian penghasilan saat ini demi untuk mencapai tujuan di masa akan datang. Rentangan presentasi yang baik adalah antara 10%-30%.

Debt Service Ratio = Cicilan utang per bulan/ Penghasilan per bulan. (Rasio yang menggambarkan pengaruh hutang terhadap kehidupan kita tiap bulan. Jangan sampai keringat dan capek dan kelelahan usaha, kerja kita mulai pagi sampai malam hari hanya dihabiskan untuk melunasi cicilan-cicilan hutang saja. Maka, batasan yang baik untuk rasio ini adalah maksimal 30% dari pendapatan per bulan kita.

Rasio Likuiditas = Total harta lancar/ Pengeluaran dalam setiap bulan (Rasio yang menggambarkan berapa lama kita mampu bertahan hidup dengan menggunakan harta lancar. Dengan kata lain rasio ini adalah kemampuan dana darurat yang dapat kita sediakan (Batasannya adalah 3 kali, 6 kali, 9 kali atau 12 kali)

Nur Jamaludin
Financial Advisor @ Prodigiy
Telp. 021 68962925

Langkah I Perencanaan Keuangan


Menentukan Tujuan Keuangan

Langkah pertama dalam perencanaan keuangan adalah menentukan mimpi atau harapan-harapan dan cita-cita kita. Anggaplah pada tahapan ini Anda sedang bermimpi. Ya, tidak salahnya kita bermimpi! Jangan takut bermimpi karena mimpi adalah hak semua orang dan tentu tanpa pungutan restribusi atau pajak. Tanyakan pada diri Anda apa yang kalian kehendaki dalam hidup ini. Apartemen di Kelapa Gading? Mobil Alphard seri terbaru? Memiliki kawasan pertanian terpadu di pinggir Jakarta atau puncak? atau bahkan bulan madu ke ke Istambul atau ke Dubai?

Nah, jika sudah, bangunlah dari mimpi Anda untuk melihat realita apakah seluruh mimpi Anda sudah sesuai dengan kondisi kekayaan dan pendapatan Anda? Jika belum, kembalilah bermimpi. Namun, kali dengan mimpi yang lebih realistis. Jangan lupa prioritaskan hal mana yang ingin Anda dapatkan terlebih dulu.

Satu hal yang harus diingat, selain hal-hal yang menyenangkan tadi, masukkan di dalam prioritas Anda kebutuhan dana darurat. Dana darurat? Apalagi itu? Dana darurat adalah dana untuk keperluan yang munculnya tidak Anda duga, seperti biaya rawat inap di rumah sakit. Tentunya hal ini tidak diharapkan terjadi, tetapi tidak ada salahnya Anda berjaga-jaga seperti pribahasa "sedia payung sebelum hujan".

Setelah kita bermimpi dan mengukur secara realistik mimpi-mimpi keuangan seperti yang telah saya sampaikan dalam tulisan sebelumnya, kini giliran kita merasionalisasi mimpi-mimpi tersebut. Pikirkan secara serius apa sich tujuan akhir dari keuanan kita. Apabila sejak awal kita sudah memikirkan dan menentukan apa saja sih tujuan yang ingin kita capai dengan uang yang kita miliki, kita dapat membuat rencana keuangan yang sesuai, mengimplementasikannya sehingga akhirnya tujuan kita bisa tercapai dalam waktu yang lebih cepat. Bukankah lebih cepat, lebih baik. Seperti jargon JK dalam setiap kampanyenya.

Kira-kira apa saja tujuan keuangan itu: kita bisa memulainya dengan membagi tujuan keuangan menjadi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Apa saja yang termasuk tujuan jangka panjang itu?

1.Dana untuk membiayai hari tua kita (masa pensiun), tentu sesuai dengan gaya hidup yang kita inginkan.
2.Dana untuk membiayai pendidikan anak sesuai dengan jenjang pendidikan tinggi yang dikehendaki (bisa S1,S2, atau sampai doktoral)
3.Dana yang akan kita wariskan kepada anak-cucu kita, jika kelak kita menghadap Tuhan.
4.Perlindungan keuangan dari risiko hidup yang mungkin saja terjadi pada diri kita, dan anggota keluarga lainnya.
5.Dana untuk mendirikan bisnis pasca bekerja bagi Anda para pekerja yang ingin berbisnis sambilan ataupun fulltime.
6.Dana sosial bagi Anda yang ingin mengabdikan dirinya untuk kegiatan amal bagi organisasi sosial yang Anda dirikan maupun hanya sebagai donatur saja.
7.Dana untuk perjalanan spiritual (ibadah haji dan wisata ruhani) bersama seluruh anggota tercinta.


Sedangkan tujuan keuangan jangka pendek misalnya adalah:
1.Membeli asset seperti rumah, mobil, barang elektronik dll
2.Melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi
3.Merenovasi rumah atau asset properti Anda
4.Rencana libur akhir tahun bersama keluarga
5.Melaksanakan kegiatan amal

Ada beberapa pedoman dalam menuntukan tujuan keuangan ini yakni, harus spesifik atau jelas apa yang diinginkan, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan mempunyai jangka waktu yang jelas dalam upaya pencapaiannya.

Dalam menentukan tujuan keuangan ini, perlu saya sampaikan bahwa perlu bagi Bapak/Ibu untuk dapat mencatat atu menuliskannya baik di sehelai kertas maupun file komputer Anda. Setelah itu kita harus mampu mengurutkan tujuan-tujuan itu ke dalam perioritas pencapaiannya. Tujuan apa yang paling penting dan berharga bagi Anda itulah yang harus diurutkan dalam urutan-urutan teratas sampai pada akhirnya tujuan-tujuan yang kurang terlalu penting/berharga bagi Anda. Hal ini mutlak dilakukan mengingat, kita sering dibatasi oleh sumber daya (pendapatan kita). Jangan sampai kita mampu mencapai tujuan kita yang sebenarnya bukan prioritas kita, justru sebaliknya apa yang paling kita dambakan dalam hidup ini tak terpenuhi, lantaran kita salah memberikan prioritas dalam tujuan.... (selamat membuat perencanaan Keuangan)

Nur Jamaludin
(021) 68962925
Financial Advisor (Prusyariah)

Selasa, 14 Juli 2009

Pengeluaran Tak Perlu


Saya pernah bertemu sepasang suami-istri yang berada pada masa-masa awal perkawinannya. Namanya, sebut saja Yanto dan Lilis. Mereka berdua datang kepada saya sekitar Juni 2000, di mana keduanya berusia sekitar 29 tahun. Belum punya anak, karena mereka berdua masih ingin menundanya sampai sekitar dua-tiga tahun lagi.
Mereka datang kepada saya dengan membawa masalah. Keduanya sama-sama bekerja, dengan penghasilan total sekitar Rp 2 juta per bulan. Total keduanya. Tapi pengeluaran mereka per bulan sekitar Rp 2 juta sampai 2,3 juta. Ini berarti, mereka terkadang juga mengalami defisit, dan defisit itu selalu diambil dari tabungan mereka, sehingga kalau dibiarkan terus, tabungan mereka akan terus menyusut sampai akhirnya habis sama sekali.

Sementara dari pengeluaran tadi tak ada sedikit pun yang ditabungkan. Karena itu, mereka datang kepada saya dengan harapan bahwa saya bisa memecahkan masalah mereka, sehingga tabungan mereka tidak akan habis hanya untuk menutupi defisit bulanan.
Saya menyebut ini sebagai Konsultasi Anggaran. Kami duduk bertiga di sebuah meja bundar, dan saya mulai mengamati catatan pemasukan dan pengeluarannya. Saya menyadari bahwa pada umur-umur seperti ini di mana keadaan keuangan mereka belum baik, mereka harus melakukan sejumlah penekanan pada pengeluaran mereka.
“Kita harus menekan pengeluaran-pengeluaran ini.” Kata saya sambil menunjuk pada kertas yang berisi pengeluaran-pengeluaran mereka.

“Ya… kami setuju,” kata Yanto. Ia menoleh pada Lilis istrinya. “Kami memang harus menekan pengeluaran-pengeluaran kami. Makanya kita datang kepada Anda, Pak Safir.”
Saya melihat pada catatan pengeluaran mereka. Di situ ada 25 pos pengeluaran yang mereka lakukan tiap bulan, hanya untuk biaya hidup saja. Di luar cicilan hutang dan premi asuransi.

Saya mulai menunjuk pada salah satu pos pengeluaran.
“Coret ini…” kata saya. Iuran langganan teve kabel, Rp 145 ribu sebulan.
Lilis membelalakkan matanya. “Lo, nanti kita enggak nonton apa-apa dong…”
Saya mendekatkan kepala saya. “Ada lima stasiun teve Indonesia yang bisa Anda tonton Mbak Lilis,” kata saya sambil menyebutkan kelima stasiun yang pasti sudah Anda tahu juga. “Anda masih bisa tetap nonton teve meskipun Anda tidak berlangganan lagi teve kabel.” Apalagi jumlah stasiun teve juga masih akan terus bertambah.
Konsultasi anggaran memang tidak selalu disukai oleh klien saya. Ini karena kadang-kadang mereka harus menekan pengeluaran-pengeluaran bulanan yang mungkin “berat” untuk ditekan. Tapi untuk menekan defisit mereka, memang harus ada yang dikorbankan.
Lilis masih kelihatan keberatan. Saya menatapnya lekat-lekat. “Anda masih mau defisit atau tidak?”

Lilis tidak bisa menjawab apa-apa. Ia hanya menoleh pada suaminya seperti meminta “pertolongan” dan berharap suaminya ikut bicara. Tapi Yanto hanya merangkul Lilis dan tersenyum kecil sambil berkata pelan, “Enggak apa apa…” Dia bisa mengerti bahwa memang itulah pengorbanan yang harus mereka lakukan untuk sementara.
Saya berkata lagi, “TV kabel itu enggak wajib. Anda berdua mungkin tahu tapi tidak menyadarinya. Malah — maaf kalau saya harus terus terang — kebanyakan pengeluaran-pengeluaran kita sebagai manusia sebetulnya enggak perlu dan enggak wajib.”
“O ya?” Yanto terheran. Ia menoleh ke kertas catatan pengeluarannya.
“Ya,” kata saya. “Lihat ini…” saya mulai menunjuk.
“Keanggotaan fitness. Enggak wajib!”

Saya menunjuk lagi ke pos di bawahnya. “Hiburan, enggak wajib…”
Sebelum saya meneruskan, Lilis memotong, “Lo, bagaimana kita bisa hidup kalau itu semua harus dihilangkan?”
“Saya tidak mengatakan bahwa Anda harus menghilangkan semua pengeluaran yang tidak wajib ini. Yang saya maksud, ada pos-pos yang memang wajib Anda bayar, dan jumlah yang harus Anda bayar memang sudah wajib sebesar itu. Tapi ada pos-pos lain yang memang sifatnya tidak wajib, di mana pada pos-pos ini Anda leluasa untuk menekan jumlah pengeluaran Anda. Tidak perlu dihilangkan kalau memang Anda tidak mau.”
Mereka kelihatan mulai mengerti. Malah sebetulnya, Anda - pembaca - boleh percaya boleh tidak, bahwa banyak sekali pengeluaran-pengeluaran yang kita lakukan sebetulnya sifatnya tidak wajib, sehingga Anda bisa leluasa menekan jumlah pengeluarannya. Sebut saja: Fitness? Rekreasi? Nonton? Semua itu tidak wajib. Paling tidak dari sekali seminggu, bisa Anda kurangi menjadi sekali dalam dua minggu atau sekali sebulan.

Telepon? Enggak wajib. Kurangi bicara yang tidak perlu di telepon. Selain menghabiskan energi, juga menghabiskan biaya.
Makanan? Enggak wajib. Ada banyak bahan makanan yang sebaiknya Anda beli, tapi ada juga bahan makanan yang bisa Anda belakangkan prioritasnya. Biskuit misalnya.
Baju? Enggak wajib. Baju memang penting, tapi Anda mungkin bisa menekan jumlah rupiah yang Anda keluarkan untuk baju kalau memang pengeluaran Anda untuk baju terasa besar. Kalau biasanya beli baju baru sebulan sekali, sekarang coba dijadikan dua bulan sekali.

Mudah-mudahan Anda mengerti maksud saya bahwa hampir semua pengeluaran yang Anda lakukan sifatnya adalah tidak wajib. Sekali lagi, tidak wajib di sini adalah bahwa jumlah uang yang Anda keluarkan sebetulnya tidak harus sebesar sekarang. Anda bisa menekannya kalau Anda mau, terutama apabila Anda selalu mengalami defisit setiap bulan. Anda bisa kalau Anda mau.

Jangan merasa tertekan atau terjebak dengan tulisan saya kali ini. Di lain pihak, memang ada banyak pengeluaran dalam hidup Anda yang tidak bisa Anda ubah dengan mudah atau dengan cepat. Sebagai contoh, kalau Anda membeli kendaraan seperti mobil atau motor, Anda pasti akan dengan rutin mengeluarkan biaya untuk perawatannya, di mana jumlahnya tidak selalu bisa Anda tekan.

Anda bisa mengendalikan pengeluaran-pengeluaran yang tidak wajib itu kalau Anda mau. Hanya saja Anda mungkin belum menyadarinya karena Anda sudah terlalu lama mengeluarkan jumlah uang yang sama untuk membayar pengeluaran-pengeluaran tersebut.
Prinsipnya, bila pengeluaran Anda setiap bulannya selalu lebih besar daripada pemasukan Anda (defisit), hal itu biasanya terjadi bukan karena kecilnya penghasilan Anda, tapi karena sikap Anda sendiri. Dan sikap itulah yang harus berubah terlebih dahulu kalau Anda ingin menghilangkan defisit Anda setiap bulan.
Kalau sikap Anda tidak berubah, maka seberapa pun besarnya penghasilan Anda nantinya, Anda tetap saja akan mengalami defisit. Sampai kapan pun.

Dikutip dari Tabloid NOVA No. 656/XIII. Ditulis oleh Safir Senduk.