Selasa, 13 April 2010

Berkenalan dengan Reksadana (bag III)

Masyarakat Indonesia sekarang ini sudah banyak yang tertarik dengan investasi ke sejumlah produk investasi berbasis syariah, salah satunya reksadana syariah. Ini bisa kita lihat dari pertumbuhan yang dicapai jika dibandingankan dengan dana kelolaan reksadana lainnya. Sebagai data, seperti yang dirilis oleh BAPEPAM-LK total dana kelolaan reksadana tahun lalu 2009 sebesar Rp 3,67 Trilyun jauh lebih banyak dari pada tahun 2008 yang Cuma sebesar Rp 774,22 miliar. Pertumbuhan tersebut kira-kira mencapai angka 374,11%.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhan yang tinggi ini, pertama karena imbal hasil saham (return) investasi yang meroket pada tahun 2009 lalu, terutama dari saham tambang dan energi. Kedua, kesadaran yang meningkat dari umat islam untuk menjadikan produk-produk syariah sebagai produk pilihan karena mereka berharap keberkahan dan keamanan berinvestasi dunia dan akhirat. Ketiga; terbitnya beragam produk investasi berbasis syariah seperti sukuk ritel dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut tentunya menjadi daya dorong terhadap perkembangan industri syariah.
Apa bedanya Reksadana Syariah dengan Konvensional

Dari sisi tujuan, pada dasarnya, reksadana syariah sama dengan reksadana konvensional, yakni mengumpulkan dana dari masyarakat (pihak ketiga), untuk dikelola oleh manajer investasi yang selanjutnya diinvestasikan pada instrumen-instrumen di pasar modal dan pasar uang. Instrumen itu seperti halnya saham, obligasi syariah (sukuk), deposito, sertifikat deposito, valuta asing dan surat utang jangka pendek (commercial paper). Reksadana Syariah ini termasuk dalam kategori reksadana terbuka (kontrak investasi kolektif).

Yang membedakan adalah cara pengelolaan dan akad-akad transaksi yang dilakukannya dan juga instrumen investasi yang dipilih dalam portofolionya haruslah yang dikategorikan halal. Halal, jika pihak yang menerbitkan instrumen investasi tersebut tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, tidak melakukan riba atau membungakan uang.

Sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) pemilihan dan transaksi investasi harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian serta tidak boleh dilakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur ghoror, riba, maisyir, risywah dan maksiat dan kezaliman yaitu:

a. najsyi, malakukan penawaran palsu
b. ba’i al ma’dum yakni melakukan penjualan atas barang (portofolio efek) yang belum dimiliki (short selling)
c. insider trading yakni mengunakan orang dalam untuk mendapatkan informasi guna memperoleh keuntungan dari transaksi terlarang
d. Melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi nisbah hutangnya lebih dominan dari modalnya.
e. Menimbulkan informasi menyesatkan
f. Margin trading, yakni melakukan atas efek syariah dengan menggunakan pinjaman berbasis bunga
g. Ihtikar (penimbunan), yakni melakukan pembelian suatu efek dengan tujuan mempengaruhi orang lain
h. Transaksi lain yang mengandung unsur di atas.

Selain itu ia harus juga dikelola dengan sistem/mekanisme yang dibenarkan oleh syariat Islam. Di mana pengelolaannya menggunakan akad mudharobah (bagi hasil) dan wakalah.

Akad wakalah adalah akad untuk memberikan kewenangan kepada Manajer Investasi oleh pemilik dana (investor/shohibbul maal) untuk mengelola dan menginvestasikan dana investasi yang dipercayakan kepadanya. Pihak Manajer investasi berhak atas biaya (ujroh) sesuai dengan kesepakatan.

Sedangkan akad mudhorobah adalah akad bagi hasil antara pengguna investasi dengan Manajer investasi sebagai wakalah atau perwakilan/pengelola investasi sesuai dengan nisbah yang disepakati.

Tidak ada komentar: